MAMUJU__ Hak untuk memperoleh pendidikan yang layak merupakan hak konstitusional warga negara, tidak terkecuali bagi masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat. oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat berkomitmen agar hak konstitusional tersebut dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Sulbar guna menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu upaya yang ditempuh adalah menggelar Seminar Nasional Kesadaran dan Perlindungan Hak Konstitusional di Bidang Pendidikan yang dilanjutkan dengan Penandatangan Nota Kesepahaman Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat bertempat di Tribun Merah Putih Pemprov Sulbar, Jumat 19 Agustus. Dalam sambutannya, Pj. Gubernur Sulbar Dr. Drs. Akmal Malik, M.Si menyampaikan selamat datang di Mamuju, Sulawesi Barat kepada Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Aswanto, SH., M.Si, DFM bersama Hakim Konstitusi Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Menurutnya, rencana kerjasama yang dilakukan Pemprov Sulbar bersama MKRI telah lama direncanakan, sesuai amanat negara yang mewajibkan untuk melakukan intervensi 20 persen, dari setiap penganggaran baik yang bersumber dari APBN maupun APBD.
Pj. Gubernur menyampaikan, “Untuk Sulbar berkat dukungan DPRD Sulbar itu alokasinya 30 persen. Itu karena kami memahami bersama betapa pentingnya pendidikan untuk mengejar ketertinggalan Sulbar”. Pemprov bersama DPRD Sulbar, lanjut Akmal sangat memiliki perhatian tinggi sebagai komitmen dalam bentuk kolaborasi untuk mendorong dana pendidikan di atas 20 persen. Menurut Pj Guberur bahwa tingginya angka anak tidak sekolah dan pernikahan dini harus diperhatikan secara serius, sehingga beliau ingin menggandeng ormas untuk bergerak menanggulangi itu.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua MK Prof. Dr Aswanto Karaeng Sitaba mengatakan bahwa kesadaran berbangsa dan bernegara dan perlindungan konstitusional khususnya dalam hal pendidikan menjadi hal yang utama. Prof. Aswanto membuka wawasan peserta seminar dengan menjelaskan paradigma dari asas negara hukum yang dianut dalam berbangsa dan bernegara. Menurut Prof. Aswanto, bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Negara hukum bukan hanya sebuah diksi, tetapi harus terimplementasi dalam berbangsa dan bernegara. “Implementasi negara dalam hukum bukan hanya sederetan rasa atau diksi didalam kitab undang-undang, tetapi itu harus menjadi sesuatu yang terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari,” kata Prof. Aswanto.
Guru Besar Ilmu Pidana Unhas yang juga Dekan Fakultas Hukum Unhas Tahun 2010-2014 ini menjelaskan terkait latar belakang dibentuknya Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Menurutnya, Sulawesi Barat telah melaksanakan amanat konstitusi pada sektor pendidikan dengan melakukan intervensi anggaran untuk pendidikan diatas rata-rata nasional. “Kita bangga bahwa anggaran pendidikan yang dialokasikan melebihi apa yang seharusnya dialokasikan APBN,” ujarnya. Dalam kesempatan tersebut, putra kelahiran Palopo 17 Juli 1964 ini juga menyinggung beberapa hal yang berkaitan dengan pembentukan DPRD Prov. Sulbar sewaktu masih menjabat sebagai Ketua Panwaslu Prov. Sulsel tahun 2004, tahun dimana Provinsi Sulawesi Barat dibentuk
Dalam Seminar Nasional tersebut, Prof. Dr. Aswanto, SH., M.Si, DFM tampil selaku pembicara kunci. Adapun narasumber lainnya adalah Hakim MKRI Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, SH., MH, dan Ketua STAIN Majene, Prof. Dr. Wasilah, ST, MT, dipandu oleh Asisten Bidang Administrasi Pemprov Sulbar, Dr. Muh. Jamil Barambangi, M.Pd selaku Moderator. Di jejeran peserta Seminat Nasional, terlihat Kasatpol PP dan Damkar Prov. Sulbar dan seluruh pimpinan perangkat daerah dan instansi vertikal, serta unsur Forkopimda, Ormas, Mahasiswa, dan tamu undangan lainnya. (prjwbw)